Selasa, 28 Agustus 2012

‎~KEHENINGAN MALAM~ PEKA TERHADAP RAHMAT DAN BEKERJA SAMA DENGANNYA


Sto.Agustinus merupakan teladan seorang yang dengan sungguh-sungguh mencari kebenaran. Dalam hidupnya, Ia sempat menekuni aliran manikheisme. Menurut aliran manikheisme, manusia merupakan medan laga antara kerajaan terang dan gelap. Manusia berpihak pada yang terang melalui jalan pembebasan diri. Maka penganut aliran Manikheisme disebut juga “electi” yang berarti yang terpilih. Kaum electi ini hidup bertarak (pantang seksual), pantang daging, termasuk ikan dan anggur. Kaum electi ini juga berpendapat bahwa Yesus Kristus bertubuh semu saja, dan mereka sangat mementingkan tokoh “roh kudus”. Singkat kata, berbeda dengan ajaran Kristen yang menebus jiwa dan raga, manikheisme menganggap tubuh itu jahat, sehingga jiwa yang terpenjara dalam tubuh perlu dibebaskan. Berikut adalah kutipan dari buku karangan Sto. Agustinus “CONFESSIONES”, (yang diterjemahkan ke dalam Bahasa dengan judul PENGAKUAN-PENGAKUAN), ketika ia menerima rahmat setelah mengalami suatu krisis batin yang hebat, antara masa lalunya yang bejat dengan panggilan Allah yang dirasanya mendesak. Ia menulis, 

Aku menangis dalam kegetiran yang mendalam di hatiku yang patah. Maka terdengar olehku suara yang datang dari rumah tetangga. Suara itu berkata dengan nada bernyanyi dan sering diluang-ulanginya dengan suara anak laki-laki atau perempuan, entahlah, “Ambillah, bacalah! Ambillah, bacalah!Segera aku berubah wajah dan dengan pikiran ditajamkan, aku mulai mencari-cari apakah anak-anak biasanya memakai lagu sedemikian dalam salah satu jenis permainan, tidak, tak ada kuingat pernah mendengar lagu itu di manapun. Kubendung serangan air mataku dan aku bangkit, sebab kejadian itu kuanggap tidak lain dari perintah Tuhan yang mendesak supaya aku membuka kitab dan supaya kubaca apa yang kutemukan pada bab yang pertama-tama kujumpai. (...) Buku kupegang, kubuka, dan kubaca dalam hati bab pertama yang kepergok mataku, “Jangan dalam pesta pora dan kemabukan. Jangan dalam percabulan dan hawa nafsu. Jangan dalam perselisihan dan iri hati. Tetapi kenakanlah Tuhan Yesus Kristus dan janganlah merawat tubuhmu untuk memuaskan keinginannya.”(bdk Rm 13:13-14). Aku tidak mau membaca lebih lama lagi, tidak perlulah. Seketika memang, dengan kata-kata terakhir nas itu, seakan-akan ada kesentosaan tercurah ke dalam hatiku dan segala kegelapan keraguan menghilang....”

Syukur pada Allah, berkat rahmat Allah dan dukungan doa dari Sta. Monika, ibunya, Agustinus akhirnya kemudian memutuskan untuk dibaptis. Dalam perjalanan hidupnya, kemudian ia malah ditahbiskan menjadi Uskup Hippo, di Afrika. Bagi kita, Sto.Agustinus adalah orang kudus yang dapat diteladani dalam hal menanggapi rahmat. Rahmat adalah segala bantuan ilahi yang membuat kita tetap berada di jalan Allah. Lalu bagaimana dengan diriku sendiri? Apa aku peka akan rahmat Allah yang hadir lewat peristiwa-peristiwa dalam hidupku, lewat sesama, dan terutama lewat Sakramen-sakramen? Apa aku sudah bekerja sama dengan melakukan apa yang aku bisa sebagai manusia untuk menanggapi rahmat itu? Tangan Kristus selalu siap terulur menolong dengan rahmat, yang menjadi masalah adalah apakah kita bersedia meraih uluran tangan-Nya? 

~IOJC (tu scis quia amo te)~

Sumber : http://www.facebook.com/gerejakatolik

1 komentar:

  1. Suara Tuhan akan mampu didengar kala keheningan melingkupi diri kita.

    BalasHapus